Kamis, 11 September 2008

NgabubuRit Seru YuuK!!!

Kamis, 04 September 2008

Lomba Nulis Cerpen Islami, boeat kamu!!!

Dalam rangka memeriahkan bulan Ramadhan, Islamic Comunity of Literature (ICOOL) Jurusan Ilmu BUdaya UNSOED menyelenggarakan GERILYA (Gelar Ramadhan di Ilmu BUdaya), salah satu rangkaian acara tersebut adalah Lomba Menulis Cerpen Islami.
Ikuti dan meriahkan.... silahkan baca selengkapnya mengenai syarat dan ketentuan.

Syarat dan ketentuan Lomba Menulis Cerita Pendek Islami (LMCPI) 2008
1. Peserta laki-laki dan perempuan usia 17-25 tahun,
2. Domisili di Banyumas (dibuktikan melalui kartu identitas),
3. Naskah merupakan hasil karya sendiri, bukan saduran atau jiplakan,
4. Cerpen mengangkat tema : “ Islam, rahmatan lil alamin….”,
5. Naskah tidak mengandung SARA,
6. Naskah ditulis 5—10 halaman; ditulis di kertas ukuran A4; font times new roman 12; spasi 1,5; margin : left : 4, right ;3, top : 3, bottom ; 3.
7. Naskah dikumpulkan paling lambat 13 September 2008.
8. Pengumpulan naskah bisa langsung ke secretariat panitia : SEKRE ICOOL, kampus sastra UNSOED Kalibakal, Jl.Jenderal Soedirman Timur –Purwokerto.
9. Naskah juga dapat dikirim via email : naskah_gerilya@yahoo.com
10. Informasi lebih lanjut dapat dilihat di blog : www.gerilya-icool.blogspot.com , atau ke contact person : Ni’am (085647718224), Arif (085726004626), nta (0812 10 70 1423).
11. Pengumuman pemenang akan dilakukan pada acara talkshow kesusastraan tanggal 20 September 2008 di aula kampus sastra kalibakal UNSOED.
12. Hak cipta cerpen tetap ada pada peserta.
13. Tim Juri : Pipiet Senja (Novelis), Ali Muakhir (Editor Penerbit Mizan), akademisi / dosen sastra UNSOED, penulis lepas.
14. Keikutsertaan peserta dalam lomba ini tidak dipungut biaya.

Rabu, 06 Agustus 2008

“SASTRA RELIGI : ANTARA DAKWAH DAN TARGET PASAR”

satuTerm of Reference

Talkshow Kesusastraan dalam rangkaian kegiatan GERILYA (Gelar Ramadhan di Ilmu Budaya ) 2008/1429 H

Islamic Community of Literature (ICOOl) Jurusan Ilmu Budaya Fakultas ISIP Universitas Jenderal Soedirmam

Sastra selain sebagai sebuah cabang seni juga merupakan media yang massif bagi masyarakat. Walaupun ditengah geliat membaca yang masih minim, sastra diharapkan dapat menjadi stimulan yang dapat melakukan pencerdasan massa.

Genre sastra yang berelevansi dengan agama dalam referensi kesusasteraan inggris klasik dipicu pada tahun 1620-1660 yang disebut dengan periode puritan. Puritanisme disebut sebagai gejala keagamaan yang mengedepankan keinginan untuk menjaga kemurnian dalam beragama dan hidup sesuai dengan nilai-nilai keagamaan yang ketat. Sejarah dunia dengan jelas menggambarkan proses lahirnya puritanisme sebagai iringan terhadap reformasi Protestan dan berdirinya gereja anglikan pada abad ke-16 yang kemudian menjadi pemicu lahirnya sastra yang memiliki relevansi denan agama. Ragam sastra yang muncul adalah puisi metafisis

Di Indonesia sendiri perbincangan mengenai sastra religi juga berkembang dan banyak pula pro kontra persepsi. Contoh kasus awal kontra persepsi pada roman “Tenggalemnya Kapal Van Der Wijck” dan “ Di bawah Naungan Ka’bah” kaya Hamka. Perkembangannya kini, sastra yang bernafaskan religi, dan dalam konteks Islam (konteks pembicaraan kita lebih khusus kepada sastra Islami), kita mengenal majalah An-Nida yang memotori majalah sastra yang memuat karya-karya sastra bernafaskan Islam. Selain itu komunitas FLP yang juga memiliki publishing house yang melahirkan novel-novel yang hampir seluruhnya bernafaskan Islam.

Fenomena ini menggambarkan sebuah semangat dakwah (penyebaran nilai) melalui sastra. Pemanfaatan media sebagai alat dakwah merupakan alternatif strategis sebagai upaya sinergis dengan upaya-upaya dakwah yang lain (misalnya dakwah bil lisan). Kalau dirasa, dakwah bil qolam dapat efektif karena dapat menjangkau orang secara privat, sehingga langsung mengena dengan subjek pasif dakwah.

Sastra juga berkorelasi erat dengan industri penerbitan. Ada sedikit perbedaan orientasi saat naskah ada di penulis dan ketika sudah di penerbit. Sebagai salah satu bentuk industri tentunya tidak bias menggantungkan sekedar pada modal semangat dakwah atau pada modal idealisme. Kekuatan modal akhirnya mulai mempengaruhi dunia penerbitan. Posisi untung rugi tentunya menjadi focus yang lebih mendapat perhatian. Kemudian terjadilah kapitalisme dalam dunia penerbitan. Hal ini berpengaruh pada kualitas pemasifan karya sastra. Proses filter dan selektif terhadap karya sastra menjadi disampingkan. Esensi karya sastra tidak menjadi hal yang penting dalam keputusan menerbitkan sebuah karya. Karya yang ecek-ecek pun dapat terbit apabila ada kekuatan modal dibelakangnya. Penerbit tidak mau menanggung resiko kerugian apalagi di tengah kondisi perekonomian bangsa yang semakin merosot yang memaksa tiap individu untuk lebih membanting tulang demi memenuhi kebutuhan perut. Hal itu dapat terlihat pada fenomena yang berkembang saat ini. Novel-novel kontemporer lebih populer daripada karya-karya para sastrawan yang sarat nilai-nilai kehidupan. Hingga muncul sebuah istilah antara “karya berkualitas” dan “karya laris”. Dua idiom itu muncul karena ternyata kenyataan yang terjadi adalah karya yang laris belum tentu yang berkualitas atau sebaliknya. Jika dalam blantika film, kita mengenal adanya box office, maka disini ada pernyataan bahwa buku-buku yang masuk dalam box office ternyata bukan karya-karya maestro yang berkualitas. Hal ini karena ada kekuatan modal untuk lebih mempublikasikan karya-karya ecek-ecek di tengah masyarakat. Idealisme penerbit yang semakin dikacaukan oleh pengaruh modal ini akhirnya berdampak pada degradasi esensi karya sastra yang berkembang di tengah masyarakat.

Berkorelasi dengan sastra religi, kini karya-karya sastra bernafaskan Islam sedang booming, apalagi di bulan Ramadhan. Akhinya tak pelak novel-novel bahkan hingga tayangan televisi dikemas dalam balutan Islami. Namun, kalau diawal kita menyebut ada semangat dakwah, maka disini semangat yang muncul adalah semangat kapitalis, semangat pasar yang melihat Umat Islam sebagai pangsa pasar yang menggiurkan bagi produk sastra yang dikemas Islami. Apakah kemudian sastra berkemasan Islami itu masih menyisakan semangat dakwah yang dapat kita indikasikan melalui isinya?

Perbincangan antara semangat dakwah sastra religi dengan semangat pasar memang bukan yang pertama kalinya. Melalui talkshow ini diharapkan menjadi salah satu upaya pencerdasan masyarakat (pembaca/ pemirsa) yang itu perlu dilakukan secara kontinuitas sebagai reminder untuk kita semua. Pengangkatan tema juga bukan semata-mata sebagai isu hangat yang mampu menarik audiens tapi diharapkan dapat menjadi sebuah wacana yang dapat dikaji secara komprehensif dan dapat meningkatkan wawasan kita baik yang merupakan subjek pasif (pembaca/penikmat sastra) atau subjek aktif (penulis,penerbit,dll). Acara ini juga rencananya sekaligus dalam rangka launching pembentukan Komunitas Sastra Indonesia (KSI) cabang Purwokerto.

-panitia-

Ayo GERILYA!!!!

Organisasi kerohanian Islam di tingkat mahasiswa atau biasa disebut dengan lembaga dakwah kampus memiliki orientasi dalam mengembangkan dakwah di wilayah kampus dengan mahasiswa sebagai segmentasinya. Dalam mengembangkan dakwah dan syiar, kita perlu mengintegrasikan kebutuhan-kebutuhan masyarakat kampus dan mencoba mengakomodirrnya dengan menyelenggarakan aktivitas-aktivitas yang menarik. Nilai-nilai dakwah kemudian disampaikan melalui media aktivitas tersebut sehingga mengena pada segmentasi dakwah.

Ramadhan adalah momentum yang berarti bagi umat Islam. Selain ibadah wajib puasa, Ramadhan juga diyakini sebagai bulan yang memiliki beberapa kemuliaan dibandingkan dengan bulan-bulan lainnya dalam perhitungan tahun Hijriyah. Tentu saja kemuliaan disini diharapkan bukan sebatas hal-hal yang bersifat keyakinan semata. Momentum bulan mulia tentunya akan menjadi terasa ketika kita dapat memanfaatkan semangat Ramadhan sebagai semangat untuk berkarya sebagai salah satu bentuk ibadah ghairumaghdah atau dapat juga disebut sebagai ibadah sosial kita. ICOOL (Islamic Community of Literature) sebagai sebuah lembaga dakwah di jurusan ilmu budaya FISIP UNSOED mencoba mengkreasikan beberapa aktivitas sebagai upaya mengisi bulan Ramadhan. Dengan latar belakang itulah, kami bermaksud menyelenggarakan Gelar Ramadhan di Ilmu Budaya (GERILYA).